Lewat satu hari, tubuh lain Amarta turut disegel oleh kesibukan duniawi. Kemarin, Amarta tidak disambangi dan hanya berlalu begitu saja. Bicara mengenai ingatan, ada ingatan menyenangkan, dan ingatan menyedihkan. Apa yang paling berharga bergantung pada nilai yang dipegang pemilik ingatan tersebut. Seorang penguasa, penakluk raja-raja dan eskpantor diktatorian, tentu saja selalu menjadikan pembunuhan, genosida dan pemberantasan kaum lain yang menentang kehendaknya sebagai kenangan manis. Kemenangan yang membanggakan. Seorang Fakir di pinggir jalan yang telah memiliki pekerjaan mengingat-ingat sepotong roti yang diberikan oleh orang asing, yang ia identifikasi sebagai penyelamat hidupnya. Hmm.. Kenangan yang disimpan sebagai memori, punya kesamaan dengan hal yang membuat orang bahagia. Mereka sama-sama relatif
A Memory of Amarta
Suatu pagi. Amarta memilih untuk menyendiri di pojok ruang perkumpulan. Ia sama sekali tidak ditanyai, didekati. Fikiran Amarta kalut dengan keputusasaan. Kemana semua orang? Dalam keramaian ia merasa sendiri, tak ada canda apalagi tawa yang melibatkan dirinya. Dunia berukuran 10 × 10 meter itu punya atensinya masing-masing. Lebih jauh lagi, dalam komunitas kolektif sekecil ini saja Amarta tidak dapat bersua dengan baik, dengan damai, apalagi dimasa depan saat lingkungan semakin besar?. Kemurungan menyelimuti matanya, badai besar dalam hati yang terluka.
Amarta menahan lapar, menyimpan sedikit uangnya untuk impian akhir periode. Untuk dibelanjakan sebuah perangkat, perangkat yang berguna.
"Barangkali, jika aku memiliki perangkat ini, aku akan lebih dikenal oleh orang lain, dan punya nilai yang sama di mata mereka "
Tertegun.
"Gak beli jajanan? "
"Enggak, engga laper"
Seorang teman, dari arah kantin mendekati Amarta, mengetuk jendela yang aku pandangi dengan berpura mengamati langit. Padahal, fikiran Amarta hanya kalut. Sang teman, menyodorkan sebuah air mineral gelas, dan sebuah donat kecil. Amarta menolak, mengelabuhi perutnya yang lapar. Pada akhirnya
"Terimakasih"
Sang teman pergi dengan tersenyum. Amarta meneteskan air mata, mengelap dengan seragam yang ia kenakan, dan diam. Hatinya bergejolak. Sepotong roti dan segelas air menggugah badai yang ia lewati dalam fikiranya.
Masih ada yang peduli, masih ada orang baik. Aku, Amarta masih layak untuk hidup dan punya teman :")
Simpul keterangan
Kebaikan sekecil apapun tetap berarti. Bagi beberapa orang, hal kecil saja menjadi sesuatu yang sangat berharga. Jangan pernah berhenti berbuat baik, sekecil apapun. Kita tidak tahu seberapa berharga itu dalam fikiran orang lain.
Buat memori yang menyenangkan, selalu diingat. Kita tidak pernah hidup jika tidak membekaskan seperangkat memori.
#30DWC3
Notes : #30DWC adalah seri tulisan mengenai sebuah tantangan 30 hari menulis mengenai hal acak yang sudah ditentukan sebelumnya, Seri ini bertujuan untuk berbagi cerita dan pembelajaran penulisan rutin untuk penulis. Seri ini dapat ditemukan di menu navigasi bagian "30DWC". Apakah kamu ingin mengikutinya juga? Silahkan kontak penulis melalui komentar, email, atau mana saja untuk bertukar fikiran. Jika kamu memiliki blog, mari saling mengikuti.
Salam Hangat
Amarta
Komentar
Posting Komentar